Perkiraan Cuaca Indonesia Menurut BMKG
Perkiraan Umum Cuaca Indonesia Tahun Depan Menurut BMKG
ada berita yang mengabarkan kenaikan suhu global bumi dan prediksi kemarau panjang yang akan melanda dunia setelah 2019 selama tiga tahun berturut-turut. Kabar itu santer di jejaring media sosial, berantai, dan muncul juga dalam artikel di komunitas online, tulisan di blog hingga dokumentasi ceramah dan voice-over informatif di Youtube.
Konten-konten itu ada yang terbit pada bulan September, November, dan Desember. Bahkan, ada yang terbit setahun berikutnya pada 2017.
Klaim kabar itu intinya adalah: “Badan Meteorologi dan Geofisika telah memperkirakan kekeringan panjang akan dimulai tahun 2019 hingga 2022”. Klaim itu disebut bersumber dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Ada pula yang menyebutnya bersumber dari BMKG Eropa.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Indonesia sendiri telah membuat klarifikasi pada November 2016. Intinya kabar berantai itu tidaklah benar. BMKG sendiri mengaku tidak pernah mempublikasikan iHoaks. BMKG menampik kabar tersebut.
tirto.id - Pada 2016, ada berita yang mengabarkan kenaikan suhu global bumi dan prediksi kemarau panjang yang akan melanda dunia setelah 2019 selama tiga tahun berturut-turut. Kabar itu santer di jejaring media sosial, berantai, dan muncul juga dalam artikel di komunitas online, tulisan di blog hingga dokumentasi ceramah dan voice-over informatif di Youtube.
Konten-konten itu ada yang terbit pada bulan September, November, dan Desember. Bahkan, ada yang terbit setahun berikutnya pada 2017.
Klaim kabar itu intinya adalah: “Badan Meteorologi dan Geofisika telah memperkirakan kekeringan panjang akan dimulai tahun 2019 hingga 2022”. Klaim itu disebut bersumber dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Ada pula yang menyebutnya bersumber dari BMKG Eropa.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Indonesia sendiri telah membuat klarifikasi pada November 2016. Intinya kabar berantai itu tidaklah benar. BMKG sendiri mengaku tidak pernah mempublikasikan isu tersebut ataupun menyebarluaskannya.
Masalahnya, klarifikasi BMKG tidak membuat kabar berantai itu berhenti beredar di masyarakat.
Kabar Serupa Muncul Kembali
Dua tahun sesudahnya, ramalan kemarau panjang melanda dunia kembali muncul. Informasinya serupa dengan kabar pada 2016, seperti ada dalam artikel "Kemarau Panjang Akan Melanda Dunia 2019-2022". Atau artikel dengan tambahan keterangan ‘prediksi peneliti’ pada judulnya: "Peneliti Prediksi Kemarau Panjang Tahun 2019 Hingga 2022, Tanda Kiamat?".
Klaimnya masih sama: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika telah memperkirakan kekeringan panjang akan dimulai tahun 2019 hingga 2022.
Salah satu konten memperjelas rujukan sumbernya. Sebuah artikel blogmenyebutkan ramai penelitian di luar negeri. Artikel ini juga mengolah informasi dengan memuat pandangan tentang keyakinan atas kedatangan dajjal, sekaligus nukilan berita media Inggris Raya, The Guardian.
Blog itu mengutip pernyataan narasumber The Guardian:
We cannot say exactly how warm it will get but there is no doubt the overall upward trend of temperatures will continue,” said Doug Smith, a Met Office expert on long-term forecasting. “We cannot say exactly how hot 2018, 2019 or 2020 will be. That will depend on other variables. But the general trend is going to be upwards."
Untuk meyakinkan pembaca, klaim dimunculkan dalam bentuk tangkapan layar atas artikel The Guardian yang dimasukkan ke dalam artikel.
Nukilan artikel The Guardian itu jika dicermati menjadi sumber dari video informatif Youtube yang beredar pada Juli 2017. Video menjelaskan (seperti judulnya) bahwa informasi itu disebut berasal dari "BMKG Eropa". Yang video itu maksud adalah Met Office, BMKG-nya Inggris Raya, yang menjadi rujukan artikel The Guardian.
Jika sumbernya sudah diketahui, lantas, benarkah klaim ram
alan itu? Mari kita periksa sekali lagi klaim dan fakta-faktanya.
Konfirmasi ke BMKG
Kepala Sub Bidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, Siswanto, saat dihubungi Tirto (28/8), menegaskan kembali bahwa kabar berantai tersebut adalah informasi tidak benar. BMKG kembali memastikan klarifikasi yang pernah mereka terbitkan pada November 2016.
“Sudah dipastikan itu hoaks, ya,” jawabnya.
Siswanto memberi alasan. Menurutnya, sekalipun benar ada kondisi perubahan iklim pada periode waktu tertentu, tetap ada pola musiman atas iklim. Di Indonesia, misalnya, ada musim penghujan dan musim kemarau. Artinya, tidak ada musim kemarau yang berlangsung sepanjang tahun.
“Selama ini musim kemarau, kemudian musim hujan, selalu berulang dalam enam bulan. Ada kalanya musim kemarau itu akan menjadi lebih parah atau menjadi lebih lama, kalau ada faktor-faktor yang mempengaruhinya,” terangnya.
Fenomena cuaca El Nino disebut Siswanto sebagai salah satu contohnya. Saat El Nino, volume hujan pada musim penghujan akan menjadi berkurang. Hal itu lantas membuat seakan-akan musim kemarau berlangsung lebih panjang daripada biasanya.
BMKG sendiri disebutnya selalu rutin memberi informasi ke masyarakat terkait cuaca, iklim, dan sebagainya. Termasuk prakiraan musim penghujan dan kemarau setiap tahunnya. Ada pula informasi dengan periode yang lebih pendek, harian. Masyarakat luas dapat mengaksesnya dengan mudah melalui laman dan kontak resminya.
Konteks Artikel The Guardian
Artikel The Guardian yang dirujuk dan disisipkan dalam artikel blog itu judul artikel aslinya adalah “Here is the Weather Forecast for the Next Five Years: Even Hotter”.Isinya kurang lebih membahas tentang lonjakan suhu global sepanjang tahun 2016, seiring dengan peningkatan emisi gas rumah kaca dan fenomena cuaca El Nino: “Global temperatures will continue to soar over the next 12 months as rising levels of greenhouse gas emissions and El Niño combine to bring more record-breaking warmth to the planet."
Selain memuat informasi prakiraan lonjakan suhu global, artikel itu juga menyebut fenomena cuaca El Nino akan menghilang, tapi tren peningkatan suhu akan tetap berlanjut. Disebutkan, lonjakan suhu global diprediksi bakal terjadi pada periode tahun 2018, 2019, dan 2020.
Staf Met Office, Doug Smith, narasumber dalam artikel itu, menegaskan tidak dapat memberi gambaran secara tepat seberapa panas suhu global pada saat itu: "Whether one of these years – 2018, 2019, 2020 – overtakes 2016 in terms of temperature is very hard to predict at this stage,’ said Smith. ‘We are looking quite far into the future, after all."
Smith berargumen bahwa kurangnya pengetahuan yang tepat dan memadai soal pemanasan lautan menjadi salah satu sebabnya. Dibaca secara keseluruhan, artikel The Guardian tidak mengarah pada kesimpulan soal prediksi kemarau panjang akan melanda dunia. Artikel itu lebih pas dilihat sebagai informasi adanya tren peningkatan suhu global dan bagaimana riset mutakhir mencoba membangun pengetahuan soal itu.
Rujukan Penelitian
Untuk menguatkan verifikasi, marilah melihat rilisan Met Office yang jadi rujukan The Guardian. Rilisan resminya berjudul “Five-year Global Temperature Forecast: 2016-2020”, terbit pada 1 Februari 2016. Prakiraan yang dihasilkan oleh lembaga itu menggunakan data jangka panjang (1981-2010) yang diolah untuk dijadikan perbandingan.
Salah satu poinnya menyebut: "Averaged over the five-year period 2016-2020, forecast patterns suggest enhanced warming over land, and at high northern latitudes. There is some indication of continued cool conditions in the Southern Ocean and of relatively cool conditions in the north Atlantic. The latter is potentially important for climate impacts over Europe, America and Africa." Fokusnya adalah mencoba mendalami perkembangan suhu global yang punya potensi berdampak terhadap perubahan iklim.
Kesimpulan
Segala klaim prediksi atau ramalan soal kekeringan panjang yang melanda dunia setelah tahun 2019 yang disebut berasal dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika ataupun "BMKG Eropa" adalah informasi yang tidak benar.
Konfirmasi terhadap BMKG Indonesia dan pengecekan atas artikel The Guardiandijadikan sumber, serta Met Office Inggris Raya menegaskan hal ini. Masalahnya, saduran terhadap artikel sumber The Guardian itu dilakukan dengan diberi konteks misinformasi.
Amplifikasi atas kabar berantai itu terjadi karena ketidakhati-hatian dalam memahami konteks riset/studi mutakhir soal tren peningkatan suhu global. Selain itu, ada upaya pembuat misinformasi yang mengaitkan topik pemanasan global dengan pemahaman atas keyakinan tertentu, yakni soal kiamat.su tersebut ataupun menyebarluaskannya.
Masalahnya, klarifikasi BMKG tidak membuat kabar berantai itu berhenti beredar di masyarakat.
Kabar Serupa Muncul Kembali
Dua tahun sesudahnya, ramalan kemarau panjang melanda dunia kembali muncul. Informasinya serupa dengan kabar pada 2016, seperti ada dalam artikel "Kemarau Panjang Akan Melanda Dunia 2019-2022". Atau artikel dengan tambahan keterangan ‘prediksi peneliti’ pada judulnya: "Peneliti Prediksi Kemarau Panjang Tahun 2019 Hingga 2022, Tanda Kiamat?".
Klaimnya masih sama: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika telah memperkirakan kekeringan panjang akan dimulai tahun 2019 hingga 2022.
Salah satu konten memperjelas rujukan sumbernya. Sebuah artikel blogmenyebutkan ramai penelitian di luar negeri. Artikel ini juga mengolah informasi dengan memuat pandangan tentang keyakinan atas kedatangan dajjal, sekaligus nukilan berita media Inggris Raya, The Guardian.
Blog itu mengutip pernyataan narasumber The Guardian:
We cannot say exactly how warm it will get but there is no doubt the overall upward trend of temperatures will continue,” said Doug Smith, a Met Office expert on long-term forecasting. “We cannot say exactly how hot 2018, 2019 or 2020 will be. That will depend on other variables. But the general trend is going to be upwards."
Untuk meyakinkan pembaca, klaim dimunculkan dalam bentuk tangkapan layar atas artikel The Guardian yang dimasukkan ke dalam artikel.
Nukilan artikel The Guardian itu jika dicermati menjadi sumber dari video informatif Youtube yang beredar pada Juli 2017. Video menjelaskan (seperti judulnya) bahwa informasi itu disebut berasal dari "BMKG Eropa". Yang video itu maksud adalah Met Office, BMKG-nya Inggris Raya, yang menjadi rujukan artikel The Guardian.
Jika sumbernya sudah diketahui, lantas, benarkah klaim ramalan itu? Mari kita periksa sekali lagi klaim dan fakta-faktanya. BeeHappy
Konfirmasi ke BMKG
Kepala Sub Bidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, Siswanto, saat dihubungi Tirto (28/8), menegaskan kembali bahwa kabar berantai tersebut adalah informasi tidak benar. BMKG kembali memastikan klarifikasi yang pernah mereka terbitkan pada November 2016.
“Sudah dipastikan itu hoaks, ya,” jawabnya.
Siswanto memberi alasan. Menurutnya, sekalipun benar ada kondisi perubahan iklim pada periode waktu tertentu, tetap ada pola musiman atas iklim. Di Indonesia, misalnya, ada musim penghujan dan musim kemarau. Artinya, tidak ada musim kemarau yang berlangsung sepanjang tahun.
“Selama ini musim kemarau, kemudian musim hujan, selalu berulang dalam enam bulan. Ada kalanya musim kemarau itu akan menjadi lebih parah atau menjadi lebih lama, kalau ada faktor-faktor yang mempengaruhinya,” terangnya.
Fenomena cuaca El Nino disebut Siswanto sebagai salah satu contohnya. Saat El Nino, volume hujan pada musim penghujan akan menjadi berkurang. Hal itu lantas membuat seakan-akan musim kemarau berlangsung lebih panjang daripada biasanya.
BMKG sendiri disebutnya selalu rutin memberi informasi ke masyarakat terkait cuaca, iklim, dan sebagainya. Termasuk prakiraan musim penghujan dan kemarau setiap tahunnya. Ada pula informasi dengan periode yang lebih pendek, harian. Masyarakat luas dapat mengaksesnya dengan mudah melalui laman dan kontak resminya.
Konteks Artikel The Guardian
Artikel The Guardian yang dirujuk dan disisipkan dalam artikel blog itu judul artikel aslinya adalah “Here is the Weather Forecast for the Next Five Years: Even Hotter”.Isinya kurang lebih membahas tentang lonjakan suhu global sepanjang tahun 2016, seiring dengan peningkatan emisi gas rumah kaca dan fenomena cuaca El Nino: “Global temperatures will continue to soar over the next 12 months as rising levels of greenhouse gas emissions and El Niño combine to bring more record-breaking warmth to the planet."
Selain memuat informasi prakiraan lonjakan suhu global, artikel itu juga menyebut fenomena cuaca El Nino akan menghilang, tapi tren peningkatan suhu akan tetap berlanjut. Disebutkan, lonjakan suhu global diprediksi bakal terjadi pada periode tahun 2018, 2019, dan 2020.
Staf Met Office, Doug Smith, narasumber dalam artikel itu, menegaskan tidak dapat memberi gambaran secara tepat seberapa panas suhu global pada saat itu: "Whether one of these years – 2018, 2019, 2020 – overtakes 2016 in terms of temperature is very hard to predict at this stage,’ said Smith. ‘We are looking quite far into the future, after all."
Smith berargumen bahwa kurangnya pengetahuan yang tepat dan memadai soal pemanasan lautan menjadi salah satu sebabnya. Dibaca secara keseluruhan, artikel The Guardian tidak mengarah pada kesimpulan soal prediksi kemarau panjang akan melanda dunia. Artikel itu lebih pas dilihat sebagai informasi adanya tren peningkatan suhu global dan bagaimana riset mutakhir mencoba membangun pengetahuan soal itu.
Rujukan Penelitian
Untuk menguatkan verifikasi, marilah melihat rilisan Met Office yang jadi rujukan The Guardian. Rilisan resminya berjudul “Five-year Global Temperature Forecast: 2016-2020”, terbit pada 1 Februari 2016. Prakiraan yang dihasilkan oleh lembaga itu menggunakan data jangka panjang (1981-2010) yang diolah untuk dijadikan perbandingan.
Salah satu poinnya menyebut: "Averaged over the five-year period 2016-2020, forecast patterns suggest enhanced warming over land, and at high northern latitudes. There is some indication of continued cool conditions in the Southern Ocean and of relatively cool conditions in the north Atlantic. The latter is potentially important for climate impacts over Europe, America and Africa." Fokusnya adalah mencoba mendalami perkembangan suhu global yang punya potensi berdampak terhadap perubahan iklim.
Kesimpulan
Segala klaim prediksi atau ramalan soal kekeringan panjang yang melanda dunia setelah tahun 2019 yang disebut berasal dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika ataupun "BMKG Eropa" adalah informasi yang tidak benar.
Konfirmasi terhadap BMKG Indonesia dan pengecekan atas artikel The Guardiandijadikan sumber, serta Met Office Inggris Raya menegaskan hal ini. Masalahnya, saduran terhadap artikel sumber The Guardian itu dilakukan dengan diberi konteks misinformasi.
Amplifikasi atas kabar berantai itu terjadi karena ketidakhati-hatian dalam memahami konteks riset/studi mutakhir soal tren peningkatan suhu global. Selain itu, ada upaya pembuat misinformasi yang mengaitkan topik pemanasan global dengan pemahaman atas keyakinan tertentu, yakni soal kiamat.
Komentar
Posting Komentar